Author Archives: dinkes

Kunjungan Kerja Komisi V DPRD Provinsi Banten

www.dinkes.jatengprov.go.id – Semarang,  Anggota DPRD Provinsi Banten ( Komisi V) sedang mencari pola penanganan atau pelayanan kesehatan untuk di terapkan kepada penderita Thalesemia di Provinsi Banten.  Demikian disampaikan Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten, H. Fitron Nur Ikhsan, M.Sc saat Kunjungan Kerja Komisi V DPRD Provinsi Banten di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 25 Februari 2019.

Pertemuan kunjungan kerja ini di buka langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah yaitu dr. Yulianto Prabowo, M.Kes.  Dilanjutkan dengan perkenalan Ketua beserta Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten.

Dalam sambutannya, dr Yulianto Prabowo, M.Kes menyampaikan bahwa Jawa Tengah terdiri dari 35 Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih kurang 35 juta jiwa, Jawa Tengah mempunyai lebih kurang 280 Rumah Sakit dan 881 Puskesmas. Problematika masalah kesehatan di Jawa Tengah hampir mirip dengan provinsi lain di jawa. Dalam mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan dilihat dari menurunnya angka kesakitan baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, dan yang kedua adalah diukur dari angka kematian. Seperti yang telah disepakati bersama menurunnya angka kesakitan penyakit menular seperti TBC, HIV, DB, Malaria dsb.  Sedangkan Penyakit Tidak Menular yang menjadi perhatian antara lain Hipertensi, Jantung, Gagal Ginjal, Kanker dan Penyakit Jiwa. Thalasemia terkadang belum menjadi prioritas, namun setelah kita cermati Thalasemia telah menjadi  urutan ke 4 dari besarnya klaim pembiayaan kesehatan.  Talasemia menjadi perhatian kita.  Kesehatan dipengaruhi oleh faktor yang pertama  adalah Perilaku, kedua Kesehatan Lingkungan, yang ke tiga Keturunan atau Genetik dan yang ke Empat adalah Pelayanan Kesehatan. Dari empat faktor tersebut Thalasemia paling sulit di intervensi adalah genetik.  Perilaku secara teoritis lebih mudah seperti halnya kesehatan lingkungan.

Dilanjutkan penjelasan tentang Penyakit Thalasemia dan langkah pengantisipasiannya oleh dr. Bambang Sudarmanto, Sp AK MARS. Bahwa salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang sampai saat ini masih belum terselesaikan diantaranya adalah Penyakit Tidak Menular  HOT ( Hemofilia, Onkology dan Thalasemia ).  HOT hampir semua termasuk penyakit genetik,di dalam proses pembiayan disamping penyakit kronis lainnya, membicarakan tentang proses pembiayaan kesehatan disamping penyakit kronis yang lain diantaranya Jantung, Penyakit Kanker, Thalasemia ini menjadi bagian yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.  Semuanya adalah penyakit genetik yang diturunkan dari kedua orang tuanya dan akan terbawa sampai dewasa,artinya tidak ada proses penyembuhan kecuali ketergantungan terhadap sesuatu yang dibutuhkan.  Usaha dari pemerintah untuk melakukan pencegahan agar didalam proses pembiayaan secara keseluruhan ini bisa diatasi. Di Indonesia dalam populasinya Thalasemia yang di turunkan kepada anak sekitar 8-10% dari kelahiran bayi, artinya kejadian pasien-pasien baru itu cukup banyak.  Di Indonesia, provinsi mempunyai data 10.500 pada tahun 2016-2017,dan peningkatan 5% setiap tahun kasus pasien baru. Menurut Riskesdas prevalensi Thalasemia itu sekitar 2 /mil sama halnya dengan prevalensi Gangguan Jiwa Berat. Maka menjadi pekerjaan rumah yang harus di prioritaskan oleh dinas kesehatan terkait untuk menangani isu tentang Talasemia.

Maka saat ini langkah yang harus kita lakukan adalah proses pencegahan,dengan cara preventif,promosi,edukatif dll. Pada proses pencegahan ini juga yang paling penting adalah dengan melakukan Screening dan Awareness (kewaspadaan). Screening merupakan proses penemuan kasus baru dengan salah satunya adalah prenatal diagnosis, yaitu semua ibu menderita Thalasemia pada usia kehamilan 7-12 minggu itu sudah bisa di deteksi bayi di dalam kandungan ini menderita Talasemia atau tidak dengan melakukan pemeriksaan dengan alat periksa cairan ketuban.  Namun screening yang lazim dlaukan di Indonesia adalah screening pranikah,pasangan yang akan menikah dilakukan pemeriksaan darah. Lalu hasilnya akan di laporkan untuk konseling genetik dan mendapatkan sertifikat pranikah.

Tujuan kunjungan kerja seperti diungkapkan Ketua DPRD Provinsi Banten bahwa di tahun 2018, telah banyak berkeliling ke banyak daerah, mencari pola selain panti untuk pasien gangguan jiwa dan  menemukan di Bali dengan sistem Daycare.  ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) merupakan isu tahun 2018, sengaja dicari isu yang terlupakan atau yang belum  menjadi prioritas seperti ODGJ dan Thalasemia.  DPRD Pronvinsi Banten, hari ini mengangkat isu yang tidak prioritas menjadi perhatian, karena BPJS telah menyampaikan bila Thalasemia  tidak diputus, mata rantainya maka akan menjadi beban negara karena tidak bisa diobati dan penanganannya tergantung seumur hidup.  Karenanya, di awal tahun 2019, dilakukan study untuk mencari pola dari beberapa daerah, meski banyak yang belum sempurna namun pasti ada yang bisa ditiru.  Akan dibuat 1 pola baru bekerja sama dengan dinas kesehatan terkait untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bahwa Thalasemia harus kita dampingi, mereka harus kita dukung dengan memutus mata rantainya karena Thalasemia adalah penyakit Genetik dan bukan penyakit menular.

Demikian akhir dari penyampaian materi kegiatan tersebut. (humas dinkesjatengprov)

Rekruitmen Enumerator Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019

Sehubungan dengan akan dilaksanakan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) : Riset Evaluasi JKN tahun 2019,  akan dilaksanakan Rekruitmen  Enumerator Provinsi Jawa Tengah  Rifaskes 2019.  Dibutuhkan enumerator Rumah Sakit sebanyak 32 orang dan enumerator puskesmas sebanyak 370 orang.   

Adapun Kriteria dan Mekanisme Rekruitmen Enumerator  dapat dilihat di sini

Penerimaan Calon Peserta Tugas Belajar Dalam Negeri Dalam Sumber Daya Kesehatan tahun 2019

Untuk Informasi lebih lanjut  dapat didownload

Penguatan Pencapaian Pelayanan Kesehatan Semesta Dan Perbaikan Pelaksanaaan Jaminan Kesehatan Nasional

www.dinkes.jatengprov.go.id, Semarang — Riset Fasilitas Kesehatan merupakan penelitian berbasis fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang fasilitas yang dimiliki oleh sarana pelayanan kesehatan mengenai tata kelola, SDM, sarana dan prasarana, obat-obatan dan alat kesehatan, sistem informasi, pelayanan dan pembiayaan kesehatan. Demikian disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (dr. Yulianto Prabowo, M.Kes) dalam rangka Rapat Koordinasi Teknis Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2019 di Hotel Haris Semarang (red. 6/1/19)

Hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Direktur Rumah Sakit di Jawa Tengah, Kepala Kesdam Provinsi Jawa Tengah, Kepala Balai Litbangkes di Provinsi Jawa Tengah, Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang dan Tim Manajemen Korwil I Jawa Tengah, Penanggung Jawab Teknis dan Penanggung Jawab Operasional.

Ditegaskan dalam pertemuan tersebut, bahwa Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) adalah diperolehnya rekomendasi untuk penguatan pencapaian pelayanan kesehatan semesta dan perbaikan pelaksanaaan Jaminan Kesehatan Nasional.

Lebih detail lagi dikatakan, terkait dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, setiap warga berhak memperoleh manfaat dari jaminan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat dan bahan medis yang diperlukan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan. Telah diterbitkan pula instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 mengenai Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan agar Menteri Kesehatan menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan bagi peserta JKN terutama obat esensial. Selain itu harus menjamin ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia pada fasilitas kesehatan, bersama pemerintah daerah, TNI/ Polri, dan swasta.

Dilanjutkan dengan mempersiapkan pelayanan berkualitas tersebut, kita perlu meninjau seluruh aspek antara lain manajemen tata kelola, kuantitas dan kualitas sumber daya kesehatan, sarana dan prasarana yang memadai, ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan, penguatan sistem informasi kesehatan, serta pelayanan dan pembiayaan kesehatan.

Untuk mengetahui sampai sejauh mana sistem pengelolaan pelayanan kesehatan yang telah berjalan, maka pada tahun 2019 ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI akan melaksanakan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) yang menitik beratkan pada Riset Evaluatif JKN.

Saya berharap untuk memperoleh validitas data yang dapat dihandalkan, diperlukan dukungan dari banyak pihak, terutama dari Bapak/ Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Direktur Rumah Sakit, dan berbagai pihak dari lintas sektor terkait.

Demikian akhir dari penyampaian sambutan kegiatan tersebut. (mik 6/2).

Musim Penghujan, Waspada DBD dan Leptospirosis

www.dinkesjatengprov.go.id – Semarang,  Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr.Yulianto Prabowo, M.Kes melaksanakan  wawancara dengan beberapa wartawan perihal penyakit selama musim penghujan. Menurutnya, khusus untuk kasus DBD selalu terjadi peningkatan kasus pada Bulan Januari, tidak hanya di Jawa Tengah tapi di Indonesia, Bulan Maret sampai April turun, Bulan Oktober mulai terjadi kenaikan kembali.

“Kenapa seperti itu? Karena terkait kondisi lingkungan, apalagi sekarang terjadi puncak musim hujan, karena DB berkembang  dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu udara, tempat – tempat perindukkan, sehingga kalau sekarang mengalami peningkatan memang trendnya seperti itu,” jelasnya.

Di Jawa Tengah untuk kasus yang terkonfirmasi masuk ke data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah ada 1250-an kasus, dan yang tinggi adalah di Sragen 200 kasus, Grobogan 150 kasus, Pati 87 kasus, Jepara 78 kasus, Blora 75 kasus, Purbalingga 76 kasus, Cilacap 71 kasus, dan Boyolali 51 kasus. Sedangkan untuk kasus sampai meninggal dunia ada 12 kasus dari 1250 kasus.

Hasil pengukuran Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1% angka ini tergolong rendah karena jauh dibawah standar nasional yaitu 2%. “Jumlah kasus DBD yang meninggal -sampai saat ini ada 12 kasus yang terkonfirmasi, kebanyakan usia anak, yaitu 5 – 15 tahun,” jelasnya.

Beliau mengungkapkan, untuk status DBD sendiri cenderung ke arah Waspada KLB dan belum menjadi KLB.  Walaupun demikian tetap dilaksanakan kegiatan respon cepat terhadap penanggulangan kasus. “Hari liburpun kita buka untuk merespon secara cepat. Kita gerakkan masyarakat untuk pemberantasan jentik nyamuk (PJN), aktifkan pokjanal DBD, aktifkan 1 rumah 1 jumantik,” imbuhnya.

Sedangkan pencegahan DBD dengan fogging kurang disarankan dikarenakan ada beberapa kekurangan, seperti hanya mematikan nyamuk dewasa saja sedangkan jentiknya tidak ikut mati dan lebih banyak merusak ekosistem sekitar.

Selain kasus DBD, penyakit lain yang dapat muncul adalah Leptospirosis, merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat kencing tikus. “Penyakit ini disebabkan oleh kuman Leptospira, Tikus kencing di tempat becek/menggenang, kemudian apabila ada orang yang sedang di tempat becek/banjir, dan di bagian kaki/tangannya ada luka sedikit, dari situ leptospira bisa masuk, dan dapat menyebakan kematian,” jelasnya.

Menurut data yang terkonfirmasi, untuk kasus Leptospirosis di awal Tahun 2019 terjadi 28 kasus di Jawa Tengah. “Di sepanjang tahun 2018 terjadi kasus 3/100ribu penduduk, kasus memang kecil, hanya saja tetap terus diwaspadai karena angka CFRnya bisa mencapai 30%,” jelasnya.

Sedangkan untuk penanganan untuk korban banjir dan pengungsi telah dilayani sebaik-baiknya oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan jajarannya. Di kabupaten/kota sampai poskesdes telah langsung bergerak menangani di wilayah kerja masing – masing, obat – obatanpun telah tersedia dengan cukup, dikarenakan banyaknya partisipasi dari rumah sakit negeri maupun swasta, bahkan sampai organisasi profesi telah respon cepat menangani korban banjir. “Untuk teman di lapangan yang ada, silahkan menggunakan stok obat yang ada, baik di poskesdes, puskesmas, dinas kesehatan kota/kabupaten, apabila perbekas kurang, dapat lapor ke provinsi, dan kami siap membackup,” terangnya dalam akhir wawancara. (Humas Dinkesprov Jateng, 31/1)

Waspada Hujan Turun Tak Menentu

www.dinkes.jatengprov.go.id – Semarang, “”Waspada Hujan Turun Tak Menentu”, demikian tema dalam dialog interaktif bertempat di Studio Mini Kantor Gubernur Jawa Tengah, (selasa, 29/1). Secara lengkap disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tebngah (dr. Yulianto Prabowo, M.Kes) bahwa pada musim hujan yang tidak menentu ini, perlunya diwaspadai dampak penyakit yang timbul diantaranya : penyakit diare, DBD, dan Leptospirosis, tetapi masyakarat jangan panik melainkan respon cepat saat menjumpai gejala tersebut kepada petugas kesehatan dan falisitas kesehatan terdekat.

Kepala Dinkes menekankan khusus pada gejala penyakit leptospirosis, harus hati-hati pada wilayah yang terkena banjir. Lindungi kaki dengan alat pelindung diri, seperti : sepatu boot, sarung tangan karet, untuk mencegah kuman leptospira masuk melalui kulit yang terluka.

Ditambahkan oleh dr. Hapsari bila mengalami pada 3 hari pertama demam karena sulit membedakan antara tiphus dan DBD/demam karena influensa. Curigai DBD dulu, dan segera lakukan cek lab darah. Jika hari ke-4 demam menurun, tapi anak masih “nglentruk”, hati-hati dan segera bawa ke RS. Bisa jadi itu fase rawan. Sementara, tiphus br terjadi pada hari ke-5, kemudian untuk pasien diare, jaga agar tidak dehidrasi dengan memperbanyak minum

Puncak hujan sedang terjadi, dari akhir Januari-Februari nanti.  Akhir-akhir ini cuaca ekstrim dengan hujan sangat tinggi banyak terjadi. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan, termasuk terhadap potensi longsor, demikian dikatakan oleh pihak BMGK (Ka Staklim Semarang Ahmad Yani BMKG Jateng, Achadi Subarkah Raharjo).

Diperkirakan untuk Jawa Tengah pada tanggal 30-31 Januari dan 1 Februari 2019, terjadi hujan lebat. dari bagian selatan, bergerak ke utara

Kalahar BPBD Jateng, Sudaryanto dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan pemerintah provinsi bersama kabupaten/ kota, TNI, Polri, PMI, Tagana dan lembaga terkait lain, sudah bersama bergerak di lokasi banjir. Termasuk, mengevakuasi, penanganan di pengungsian, maupun bantuan logistik.

Masyarakat juga mesti lebih peduli, bekerja bakti membersihkan saluran air. Jangan membuang sampah di sungai, demikian dilaporkan oleh pihak BPBD di sela-sela akhir dialog tersebut (humas dinkesprov jateng 30/1).

Penandatanganan Perjanjian Kinerja, Pakta Integritas

www.dinkesjatengprov.go.id–Senin, 28 Januari 2019 bertempat di Aula Wijayakusuma Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah berlangsung Kegiatan penyerahan DIPA – DPA TA. 2019 dan berjalan lancar tanpa kendala yang berarti. Acara diawali dengan Laporan penyelenggaraan yang disampaikan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Drs. Agus Tri Cahyono, Apt.,M.Si. Beliau mengatakan bahwa tujuan diadakannya kegiatan ini adalah terselenggaranya pelaksanaan penyerahan DIPA – DPA APBD TA 2019, pelaksanaan penandatanganan perjanjian kinerja, pelaksanaan penandatangan pakta integritas, dan persiapan pelaksanaan kegiatan APBD dan APBN TA.2019.

“Dari visi misi gubernur terpilih, maka kami mengusulkan tujuan pembangunan kesehatan tahun 2018-2023 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan indikator angka harapan hidup dan meningkatkan tata kelola organisasi dengan indikator nilai kepuasan masyarakat,” tandasnya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan dan pembukaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr. Yulianto Prabowo, M.Kes. Menurutnya, kita diberi tenaga, anggaran, alat, prosedur tujuannya yaitu supaya rakyat sejahtera, sehingga untuk mencapai hal tersebut maka harus bekerja secara profesional, punya integritas, dan loyalitas.
“Kerja harus menghasilkan kinerja, sedangkan kinerja sebagai outcome/impact. Kinerja seperti apa yang dituntut? Ya yang ada indikator – indikator yang harus mendasari kinerja masing-masing,” tambahnya.
“Pada pertemuan ini akan dilaksanakan penandatanganan perjanjian kinerja yang merupakan kesepakatan kerja antara pemberi dan penerima mandat berdasarkan pertimbangan sumber daya yang ada, diantara lain sdm, sarana dan prasarana yang dimiliki, tujuan dari perjanjian kinerja adalah akuntabilitas, tranparansi, dan kinerja aparatur dan wujud nyata komitmen sebagai dasar penilaian penghargaan dan sanksi. Perjanjian Kinerja harus sesuai dengan renstra dan indikator harus sesuai dengan RPJMD,” tandasnya.
Kegiatan ini juga mendatangkan narasumber yang terkait dengan acara tersebut, yaitu Rachnanto Adi Winarno selaku Kepala Bidang DPAI Kanwil DJPB Jawa Tengah dan Slamet AK selaku Kabid. Akuntansi BPKAD Provinsi Jawa Tengah.
Setelah sambutan dari Kepala Dinas Kesehatan Prov. Jateng, dilanjutkan dengan penyampaian materi dan sesi tanya jawab oleh narasumber, ishoma, penandatanganan perjanjian kinerja serta pakta integritas, dan ditutup dengan acara ramah tamah bagi seluruh peserta yang hadir.( Humas Dinkes Prov. Jateng )

Big Data dan Artificial Intelligence

www.dinkesjatengprov.go.id, Semarang — Era revolusi industri 4.0 salah satu yang diandalkan adalah Big Data dan Artificial Intelligence. Pemerintah mendorong pengembangan data center sebagai backbone dari cloud computing di Indonesia.  Ke depan dalam revolusi industri 4.0, tanpa data, revolusi ini tidak bisa berjalan. Tanpa data yang kuat, efisiensi tidak akan berjalan. (red. 24/1).

Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Pengelola Sistem Informasi Kesehatan se Jawa Tengah, dimana kegiatan ini dilakukan setiap tahun dalam rangka Monitoring dan  Evaluasi SIK Jawa Tengah.

Revolusi Industri 4.0 ini mengandalkan kecanggihan dan ketersediaan teknologi sehingga dapat diarahkan untuk mengumpulkan data, mengolahnya, menganalisis dan menghasilkan produk-produk informasi dan pada gilirannya untuk masyarakat. Demikian diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (dr. Yulianto Prabowo, M.Kes).

Dikutip dari  Presiden Joko Widodo yang disampaikan oleh Kadinkes Jawa Tengah, bahwa Revolusi Industri 4.0 telah mendorong inovasi-inovasi teknologi yang memberikan dampak disrupsi atau perubahan fundamental terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan tak terduga menjadi fenomena yang akan sering muncul pada era Revolusi Industri 4.0.

Otomatisasi di semua bidang dan konektivitas adalah tanda yang nyata dari Revolusi Industri Keempat. Transformasi pada Revolusi Industri Keempat ini adalah inovasi dapat dikembangkan dan disebarkan lebih cepat dari sebelumnya.  Perkembangan internet telah memulai revolusi industri 4.0. Dengan internet, suatu proses produksi dapat diatur secara virtual dan saling terkoneksi dengan adanya sistem komputasi awan (Cloud), analisis data, dan IoT (internet of things).

Data yang diambil secara otomatis dan real time akan mengurangi adanya human error karena manual entry sehingga tentunya akan mengurangi waktu yang dibutuhkan. Ketersediaan data dalam bentuk digital juga memudahkan kolaborasi karena dapat diakses melalui berbagai interface seperti smartphone, laptop, tablet, dan sebagainya.

Lebih detail lagi dikatakan bahwa, Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung tatakelola sistem informasi kesehatan juga semakin luas. Ini dibuktikan dari banyaknya organisasi sektor publik seperti dinas kesehatan dan rumah sakit daerah, yang sudah menggunakan TIK untuk mendukung proses kerja di organisasinya.

Sistem-sistem yang telah dikembangkan tersebut belum “interoperable” – yakni, tidak bisa saling komunikasi antara satu sistem dengan yang lain.  Walaupun ada banyak daerah yang sudah mempunyai SIK yang bagus dan terkomputerisasi namun data bank ini belum semuanya diintegrasikan ke dalam bank data provinsi.

Penguatan Bank data kesehatan menjadi keharusan di tingkat kabupaten/kota, karenanya mau tidak mau penataan Bank data kesehatan harus ditingkatkan. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota diharapkan mewujudkan integrasi Data Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota dan dukungan guna optimalisasi integrasi SIK Jawa Tengah sehingga data dan informasi yang evidence based dapat mensupport capaian RPJMD.

 Selain itu perlu diketahui bahwa di  tahun 2019, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah  telah mengembangkan unit baru terkait PSC 119 Provinsi Jateng, karenanya dibutuhkan Support PSC119 Kabupaten/Kota, baik dari sisi infrastruktur maupun sistem informasi nya.

Dalam upaya mendukung ketercapaian Indikator Program (Indikator Level Bidang) yaitu Persentase Ketersediaan Data dan Informasi Kesehatan untuk mendukung pengambilan keputusan serta indikator kegiatan (indikator level seksi di Seksi Manajemen Informasi Kesehatan) yaitu Persentase Sistem Informasi Kesehatan yang Terintegrasi, kedepan akan lebih banyak dibutuhkan para analis data terkait big-data dan penyiapan Artificial Intelligence.

Saya berharap pertemuan hari ini dapat saudara-saudara ikuti dengan penuh semangat dan dapat merumuskan berbagai upaya perbaikan agar penyelenggaraan SIK dapat menghasilkan informasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi pembangunan kesehatan di Jawa Tengah yang kita cintai. Demikian akhir dari penyampaian sambutan kegiatan tersebut. (mik 25/1).

Jum’at Zumba dengan Pasukan Oranye

Semarang, 11 Januari 2019 – Humas Dinkes Prov.Jateng Mengawali Hari Jum’at pagi di Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dilakukan kegiatan rutin, yaitu senam bersama pegawai. Tetapi ada yang berbeda kali ini, yaitu kehadiran tamu “pasukan oranye”. Yakni dari Hotel Harris Sentraland Semarang, yang menjalin kerja sama menguntungkan dengan Dinkes Provinsi Jawa Tengah.  Dalam hal promosi layanan hotel ke pegawai Dinkes Prov. Selain promosi produk layanan hotel, bagi pegawai Dinkes Prov. mendapatkan manfaat bisa melakukan aktivitas fisik sebelum memulai pekerjaan dan meningkatkan kebersamaan antar pegawai, yaitu senam bersama.

Acara diawali dengan sambutan dari GM Hotel Harris Sentraland, Bapak Miyana. “Terimakasih untuk diberikan kesempatan bagi kami untuk zumba dan olah raga bareng, semoga bisa lanjut tiap Jum’at, dan semoga kita bisa menjadi masyarakat yang lebih sehat,” ujarnya.

               Dilanjutkan dengan dance moving ala pasukan oranye yaitu dari Hotel Harris, para pegawai Dinkes Prov diajak untuk mengikuti dance yang enerjik dipandu oleh tim dari Harris Hotel Sentraland. Setelah itu dilakukan pembagian doorprize yang disediakan oleh Harris Hotel Sentraland. Doorprize yang disediakan berupa goodie bag, voucher barbeque,  dan voucher menginap di Hotel Harris Sentraland Semarang. Kemudian dilanjutkan dengan Zumba yang dipandu oleh instruktur yang juga disiapkan oleh tim Harris Hotel Sentraland. Sangat terlihat semangat dari pegawai Dinkes Prov untuk mengikuti setiap gerakan Zumba.

Menurut Kasubbag Umum dan Kepegawaian Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Pradhana Agung Nugraha, S.STP, MM kegiatan ini bermanfaat dan menguntungkan kedua belah pihak, “Ya satu sisi bagi pegawai Dinkes Prov bisa melakukan aktivitas fisik bareng, sehat bareng, dan istilahnya ya germas bareng sebelum memulai kerjaan kantor, terlihat dari teman-teman semangat untuk mengikuti gerakan zumba, dan bagi pihak Hotel Harris bisa memanfaatkan dalam hal marketing yang mudah dan cepat, seperti ke kantor-kantor seperti ini”, tambahnya.

Jumantik, Sebagai Cara Pemberantasan Murah dan Sederhana Lawan DBD Selain 3M

Semarang, 10 Januari 2019 – dinkes.jatengprov.go.id. Diawali dengan kehebohan penemuan kasus DBD di Kota Semarang mencapai kasus 52 kejadian di RSUD Ketileng Semarang. Setelah diklarifikasi oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr. Yulianto Prabowo, M.Kes, bahwa kejadian temuan kasus DBD di awal minggu Tahun 2019 hanya 13 kasus saja, kemungkinan besar 52 kasus tersebut sebagai penjumlahan kasus sejak Tahun 2018.
“Dalam setahun terakhir, frekuensi timbulnya penyakit (incident rate) DBD di Jawa Tengah cenderung menurun. Tahun 2017 ditemukan kejadian sebanyak 21,6 per 100.000 penduduk, sedangkan Tahun 2018 turun menjadi 8,6 per 100.000 penduduk,“ jelasnya.
Sepanjang Tahun 2018 Kota Magelang menempati urutan pertama dengan kejadian DBD sebesar 39,6 kasus per 100 ribu penduduk, disusul oleh Kabupaten Grobogan sebesar 27,5 kasus per 100 ribu penduduk, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Blora, dan Kabupaten Sragen. Sedangkan untuk Kota Semarang sendiri hanya ditemukan 5,4 kasus per 100 ribu penduduk, dan paling rendah adalah Kabupaten Brebes dengan 0,5 kasus per 100 ribu penduduk,” ungkap beliau.
Hujan tidak tiap hari mempengaruhi perkembangbiakkan nyamuk. Nyamuk berkembang biak semakin kondusif. Dengan kondisi tersebut, kami menghimbau warga untuk mewaspadai demam berdarah, karena seperti diketahui, DBD dengan vektor nyamuk aedes aegypti, bisa ditemui disekitar rumah, seperti di tempat-tempat penampungan air yang bersih yang disukai oleh nyamuk untuk berkembang biak,“ujarnya.
Pemberantasan yang murah dan sederhana sebenarnya masyarakat sendiri. Sejak awal setiap rumah tangga punya juru pemantau jentik atau jumantik. Lebih baik satu rumah satu pemantik, tugas jumantik sebetulnya sederhana memastikan bahwa setiap rumah di dalam atau diluar rumah tidak ada jentik nyamuk, bila ditemukan segera dimusnahkan dengan menguras, menutup, menimbun, dikenal dengan 3 M.
“Jumantik cukup memastikan tiap 5 hari sekali ada atau tidak jentik di rumah, kalau tidak ada jentik, ya tidak ada penyakit demam berdarah. Jadi sebenarnya sesederhana itu. Kalau kita semua bergerak maka demam berdarah bisa ditekan sekecil mungkin,” ungkapnya.
Dalam akhir sesi wawancara, tak lupa beliau mengucapkan terimakasih untuk warga Jawa Tengah yang juga menyambut himbauan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah sehingga angka kejadian demam berdarah bisa menurun.