www.dinkes.jatengprov.go.id – Semarang, Anggota DPRD Provinsi Banten ( Komisi V) sedang mencari pola penanganan atau pelayanan kesehatan untuk di terapkan kepada penderita Thalesemia di Provinsi Banten. Demikian disampaikan Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten, H. Fitron Nur Ikhsan, M.Sc saat Kunjungan Kerja Komisi V DPRD Provinsi Banten di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 25 Februari 2019.
Pertemuan kunjungan kerja ini di buka langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah yaitu dr. Yulianto Prabowo, M.Kes. Dilanjutkan dengan perkenalan Ketua beserta Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten.
Dalam sambutannya, dr Yulianto Prabowo, M.Kes menyampaikan bahwa Jawa Tengah terdiri dari 35 Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih kurang 35 juta jiwa, Jawa Tengah mempunyai lebih kurang 280 Rumah Sakit dan 881 Puskesmas. Problematika masalah kesehatan di Jawa Tengah hampir mirip dengan provinsi lain di jawa. Dalam mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan dilihat dari menurunnya angka kesakitan baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, dan yang kedua adalah diukur dari angka kematian. Seperti yang telah disepakati bersama menurunnya angka kesakitan penyakit menular seperti TBC, HIV, DB, Malaria dsb. Sedangkan Penyakit Tidak Menular yang menjadi perhatian antara lain Hipertensi, Jantung, Gagal Ginjal, Kanker dan Penyakit Jiwa. Thalasemia terkadang belum menjadi prioritas, namun setelah kita cermati Thalasemia telah menjadi urutan ke 4 dari besarnya klaim pembiayaan kesehatan. Talasemia menjadi perhatian kita. Kesehatan dipengaruhi oleh faktor yang pertama adalah Perilaku, kedua Kesehatan Lingkungan, yang ke tiga Keturunan atau Genetik dan yang ke Empat adalah Pelayanan Kesehatan. Dari empat faktor tersebut Thalasemia paling sulit di intervensi adalah genetik. Perilaku secara teoritis lebih mudah seperti halnya kesehatan lingkungan.
Dilanjutkan penjelasan tentang Penyakit Thalasemia dan langkah pengantisipasiannya oleh dr. Bambang Sudarmanto, Sp AK MARS. Bahwa salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang sampai saat ini masih belum terselesaikan diantaranya adalah Penyakit Tidak Menular HOT ( Hemofilia, Onkology dan Thalasemia ). HOT hampir semua termasuk penyakit genetik,di dalam proses pembiayan disamping penyakit kronis lainnya, membicarakan tentang proses pembiayaan kesehatan disamping penyakit kronis yang lain diantaranya Jantung, Penyakit Kanker, Thalasemia ini menjadi bagian yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Semuanya adalah penyakit genetik yang diturunkan dari kedua orang tuanya dan akan terbawa sampai dewasa,artinya tidak ada proses penyembuhan kecuali ketergantungan terhadap sesuatu yang dibutuhkan. Usaha dari pemerintah untuk melakukan pencegahan agar didalam proses pembiayaan secara keseluruhan ini bisa diatasi. Di Indonesia dalam populasinya Thalasemia yang di turunkan kepada anak sekitar 8-10% dari kelahiran bayi, artinya kejadian pasien-pasien baru itu cukup banyak. Di Indonesia, provinsi mempunyai data 10.500 pada tahun 2016-2017,dan peningkatan 5% setiap tahun kasus pasien baru. Menurut Riskesdas prevalensi Thalasemia itu sekitar 2 /mil sama halnya dengan prevalensi Gangguan Jiwa Berat. Maka menjadi pekerjaan rumah yang harus di prioritaskan oleh dinas kesehatan terkait untuk menangani isu tentang Talasemia.
Maka saat ini langkah yang harus kita lakukan adalah proses pencegahan,dengan cara preventif,promosi,edukatif dll. Pada proses pencegahan ini juga yang paling penting adalah dengan melakukan Screening dan Awareness (kewaspadaan). Screening merupakan proses penemuan kasus baru dengan salah satunya adalah prenatal diagnosis, yaitu semua ibu menderita Thalasemia pada usia kehamilan 7-12 minggu itu sudah bisa di deteksi bayi di dalam kandungan ini menderita Talasemia atau tidak dengan melakukan pemeriksaan dengan alat periksa cairan ketuban. Namun screening yang lazim dlaukan di Indonesia adalah screening pranikah,pasangan yang akan menikah dilakukan pemeriksaan darah. Lalu hasilnya akan di laporkan untuk konseling genetik dan mendapatkan sertifikat pranikah.
Tujuan kunjungan kerja seperti diungkapkan Ketua DPRD Provinsi Banten bahwa di tahun 2018, telah banyak berkeliling ke banyak daerah, mencari pola selain panti untuk pasien gangguan jiwa dan menemukan di Bali dengan sistem Daycare. ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) merupakan isu tahun 2018, sengaja dicari isu yang terlupakan atau yang belum menjadi prioritas seperti ODGJ dan Thalasemia. DPRD Pronvinsi Banten, hari ini mengangkat isu yang tidak prioritas menjadi perhatian, karena BPJS telah menyampaikan bila Thalasemia tidak diputus, mata rantainya maka akan menjadi beban negara karena tidak bisa diobati dan penanganannya tergantung seumur hidup. Karenanya, di awal tahun 2019, dilakukan study untuk mencari pola dari beberapa daerah, meski banyak yang belum sempurna namun pasti ada yang bisa ditiru. Akan dibuat 1 pola baru bekerja sama dengan dinas kesehatan terkait untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bahwa Thalasemia harus kita dampingi, mereka harus kita dukung dengan memutus mata rantainya karena Thalasemia adalah penyakit Genetik dan bukan penyakit menular.
Demikian akhir dari penyampaian materi kegiatan tersebut. (humas dinkesjatengprov)